Minggu, 02 September 2012

Ketika Hati Tak Mampu Mengelak


Alifya, ya begitulah sapaanku padanya. Sosok yang tak pernah kutemui sebelumnya. Kami kenal sejak pertama saya menginjakkan kaki di tanah rantauan ini. Sosok yang begitu menginsprasi, dan senantiasa memberi motivasi kepadaku untuk tetap berkarya.
“ Fy, hari ini panas sekali yah, rayuan bantal membuatku betah di kamar ini,” ucapku sambil membaringkan badan di atas kasur yang sudah tak empuk.
“Jiah, nah lo? Hayolah.. kita ngademnya nanti di kampus” Bujuk Fy
“ aahhhh (geram) ,, sabar yah, istrahat sejenak dulu,” tepisku
Lama kami bercengkarama di sebuah kamar kecil itu. Tak lama kami bercengkrama, kami pun berjalan menuju kampus yang tak jauh dari kamar kosku. Matahari mulai menyayat kulitku. Aku begitu geram pada Fy yang terus memaksaku ngampus meski tak ada kuliah. Aku tak tahu apa yang membuat sahabatku yang satu ini hobbi banget ngampusnya. Tak ada kata hujan, panas, semua diterobos menuju kampus.
            Koridor fakultas demi fakultas nampak begitu legang, tak ada orang-orang yang berkeliaran seperti biasanya. Ya, hari ini tepatnya hari libur (cuti bersama) karena hari ini kan puasa pertama bagi umat muslim.
“ Aduh, kenapa puasa dijadikan alasan untuk tidak beraktifitas?” gumamku
Tanpa sedikitpun respon dari sahabatku yang super duper aneh ini. Arah kaki kami melangkah begitu tidak jelas. Kami memutuskan untuk singgah di sebuah taman yang cukup adem dan dapat menghilangkan sedikit penat. Saya dan Fy beristrahat di taman itu sambil membuka laptop masing-masing. Kami pun tak saling mempedulikan satu sama lain karena sibuk bercengkarama dengan dunia masing-masing. Selang beberapa lama, Nurul datang. Suasana mulai berubah karena kami asyiek mendengar cerita yang seakan tak akan ada ujungnya. Saya dan Fy mulai tergoda untuk bercerita dan meninggalkan dunia kami yang tadinya membuat taman ini begitu sunyi senyap.
            Waktu berjalan begitu cepat, rona senja mulai nampak di ufuk barat. Kami bergegas kembali ke tempat masing-masing. Saya jalan begitu sumringahnya, hingga suatu kejadian yang tak pernah kuduga dan sama sekali tak pernah terfikir olehku, kejadian yang menyayat hatiku.
Jalanan memang begitu sepi, tapi hati meronta, marah, kesal, jengkel dan semua luapan amarah menghujam dalam diriku. Mata mulai mengeluarkan bola keristal kecil. Berupayah mempercepat langkah kakiku yang sebenarnya sedah tak sanggup untuk kukerahkan. Setiba di kamar kosku, luapan emosi itupun keluar dengan sendirinya. Mataku sembab, semua karena kebodohanku sendiri. Waktu silih berganti. Begitu sakit hati ini, sungguh kebohonganku pada diriku sendiri sudah tak mampu tertahankan. Ponsel kecil yang selalu menjadi teman curhatku. Mengubah luapan emosi yang tak terbendung menjadi sajak-sajak indah yang menyakitkan.
            ***

Pagi ini begitu menyesakkan rongga udara dalam dadaku, tak ada oksigen yang sanggup kuhirup. Hati seakan mencekam, semua pergi, semua hilang dan yang tersisa hanyalah kemarahan. Tak mampu membendung semuanya, pagi buta itu disambut dengan hujan deras yang membuat aliran sungai kecil di mukaku ,
“Bodoh, kenapa harus nangis? Memangnya semuanya akan berhenti begitu saja? Apakah kehidupan ini berakhir tanpanya? Tidak, kenapa harus keluarin air mata, air mata tidak ada yang jual. Iis, kamu harus hadapi semuanya, senyum..senyum..hayo,,jangan nangis lagi” desahku sendiri
Tiit..tit..tit..
Pesan singkat dari El. Yah seseorang membuatku terlihat bodoh,dan menjatuhkan butiran Kristal kecilku.
“ Woii,,, kemana aja? Tidak ada kabarnya seharian, kangen tau”
Senyum pahit yang kumunculkan hanya membuatku berdecak tanpa sedikit pun niat untuk membalas pesannya. Yah, begitulah rasanya perih bagai sayatan sembilu yang telah ia goreskan dan tak sanggup untuk aku maafkan. Hatiku sakit, pikiranku tak karuan karenanya.
Mengotak-atik cp yang ada di hp.ku, tanganku langsung saja memencet tombol delete, dan yah, dia sudah kuhapus dalam daftar kontak yang ada di hpku. Seakan lari dari masalah, berharap segera melupakannya, tapi hatiku tak mampu mengelakkan perasaan yang telah kupendam dan tak ingin seorang pun tau itu kecuali Yang Maha Mengetahui.
***
Sebulan telah berlalu, akhirnya semua kembali seperti biasa, tak ada lagi tangisan, tak ada lagi ocehan, meski bekas goresan itu akan tetap membekas dalam hatiku.
Hidup kembali dengan lembaran baru, yah mulai memberikan tinta di lembaran baru itu.
Melihat, banyak tumpukan kumpulan cerpen di depanku, salah satu judul buku itu yang membuatku sangat tertarik untuk membaca, tanpa seizin pemilik buku, kuraih buku itu dan membacanya. Satu kalimat yang begitu mengena dan begitu terngiang di awan awan pikiranaku
“ Pertemanan sering kali diakhiri dengan cinta, tapi bercinta jarang diakhiri dengan pertemana”
Sependapat dengan hal itu, dan memang benar. Itulah yang ku rasakan saat ini. Kembali memutar film masa laluku dengannya. Sekarang tak ada air mata ketika mengingatnya hanya senyuman ngejek yang kulukis di wajahku.
“ Dasar, abg labil (ababil). Hemmm” gumamku dalam hati
“Assalamu’alaikum..” ujar salah seorang teman karibku
Membangunkanku dari lamunan masa laluku. Dan denga semangat, kuceritakan semuanya pada temanku ini. Panjang cerita, kami hanya bisa tertawa mengingat semuanya.
***
Roda waktu tak pernah berhenti untuk berputar, malam silih berganti, hari demi hari, bahkan bulan demi bulan berlalu begitu saja. Tak terasa setahun lama saya memutuskan silatuhrahmi dengan temanku sendiri bahkan dia tempatku berbagai keluh kesah. El, orang yang telah menoreskan luka hati ini. Pikiranku mulai kembali jernih dan sedikit dewasa. Mencari no kontak El, dan alhamdullillah dapat. Tak menunggu lama, saya langsung membuat konsep pesan singkat untuk kukirim kepadanya. Memohon maaf atas sikapku selama ini yang tidak wajar dan seharusnya tak pantas kulakukan kepadanya.
            Beruntung sekali, dia tidak menyimpan dendam padaku, dan ia seakan paham betul dengan sikapku yang cukup egois dan menyuruhku melupakan kejadian setahun lalu.

@all my friend:

1 komentar: