Nunukan,
salah satu ibu kota provinsi di Kalimantan, tetapi Nunukan kota yang cukup
sempit. Di sini kami menginap selama 3 hari. Kami menghabiskan waktu untuk
beristrahat penuh di sini karena perjalanan Sebatik masih panjang.
Pagi
hari di kota yang cukup sempit ini, kami pun sibuk menyiapkan sarapan dan
membersihkan rumah, dan mengatur barang-barang.
“
KKN di sini meki deh baru pulang, diterlantarkanjeki di sini, tidak ada
supervisor” kata salah satu teman kami
“
Merah Putih untuk Sebatik ! ingat teman-teman, ini Visi kita” ujar salah
seorang lagi
“
Mauji datang supervisor besok, maujeki najenguk” kata Korwil
Setelah
semua beres, kami pun ngantri untuk mandi, karena di rumah yang kami tempati
hanya ada 1 kamar mandi dan kami ber 50 jadi antrian yang cukup panjang ini
membuat kami menjamak madi pagi dan sore. Sehabis mandi, saya dan kak Hajrah
tertarik untuk mengelilingi Nunukan meski terik menyayat kulit. Kami berjalan
mengikuti kemana arah kaki kami melangkah.
Tibalah
kami di persimpangan jalan, kami memilih jalan ke bukit kecil yang cukup tinggi
karena kami penasaran ada apa di balik bukit tersebut. Sepanjang jalan, kami
bercerita tentang beberapa kejadian yang terjadi di kapal, dan kami pun tidak
menyadari kami telah sampai di atas bukit.
“
Kak, mauki kemana ini? Jalan bodo-bodo ki, tidak ada apa-apa di sini” ujarku
“
Liatki dek, dibelakang ta, keren sekali pemandangannya, cantik lautnya” ujar
kak Hajra
“
Kak, pulang meki deh, tidak enak perasaanku, laparma juga” ujarku
Kami
pun berjalan kembali menuju posko. Tengah jalan, kami pun singgah membeli es
kelapa muda. Kurang lebih satu jam kami menghabiskan waktu di warung kecil itu
dan kemudian kami kembali ke posko.
“Degh,
ini dua orang e dari manami,.. eh, anak kecil, dari mana mubawa kakak Hajramu?”
tanya K Alim
“
Biasa kak, kalo orang pajokka, tidak enak perasaannya tinggal di rumah, tidak
ada dikerja. Darika tadi di bukit kak baru singgahka makan es kelapa muda, degh
enaknya..siang-siang lagi..” ujarku sambil menuju ayunan
“
Oh, begitumi anak kecil digh, tidak diingatmi teman-temannya di sini, pergi
makan tidak panggil-panggil” ujar kak Alim
“
Tidak Alim, kebetulanji ada di liat penjual baru hauski juga jalan siang-siang
jadi singgahmeki kasi basah tenggorokan” Ujar k Hajrah
“
Kak, mauka pergi lagi sebentar sore sama kak Hajrah, tidak mauki ikut? Mauka ke
Alun-alun” ujarku
“
Panggilka dek nah, mauka dulu pergi main Futsal” Ujar kak Alim sambil berjalan
menuju ke lapangan Futsal yang tepat berada di sebelah rumah Ninis.
Saya
pun berjalanan menuju ayunan dan bermain ayunan sambil menyaksikan keseruan
teman-teman mengisi TTS dan bermain UNO. Tak terasa waktu berjalan begitu
cepat, hingga waktu yang menunjukkan puku 16.00 dan kak Hajrah pun mengajakku
untuk siap-siap untuk mengelilingi alun-alun.
Setelah
bersiap-siap, kami berjalan beberapa gerombogan. Saya, K Hajrah, Isma, Nurul, K
Fauzan, dan Mukhlisa gerombongan terakhir.
“
Kak Uchan, mana Kak Alim?” tanyaku
“
Duluanmi, samaki gerombolannya Said” jawab kak Fauzan
Kami
menyusuri jalan, dan yah, perjalanan kami lumayan jauh untuk menuju alun-alun. Ditengah
perjalanan kami, kami mendapat SMS dari Korwil untuk segera bersiap-siap untuk
makan malam bersama Bupati Nunukan, namun SMS itu tidak dihiraukan. Satu jam
setengah kami berjalan, kami belum juga menemukan alun-alun karena kami
mengambil arah jalan yang berbeda dengan teman-teman yang lain. Hingga, kami
pun melihat taman yang cukup besar, yang serupa tempat wisata.
“
Kak, terkunci tamannya” jawabku dengan lemas
“
Kak, ayomi, ke alun-alun, ada semuami anak-anak di sana” ujar Isma
“
Mba’, kalo mau masuk boleh nanti saya buka tamannya” teriak salah satu warga
yang berada di seberang jalan
“
Boleh mba’? gak ngerepotin?” tanya kak Hajra dengan suara agak berteriak
Sambil
berjalan menuju arah kami, “iya mba, ngak apa-apa” ujarnya
Kami
pun dipersilahkan masuk ke taman itu, dan ketika baru masuk kami pun langsung
berfoto-foto di sana. Pemandangan tempat ini begitu indah, bunga teratai yang
bermekaran, arsitektur taman yang indah, dananu buatan yang cukup luas, dan
area bermain.
Setelah
foto-foto, saya dan kak Hajrah berpisah dengan gerombolan kami. Teman-teman
kami langsung menuju ayunan dan jungkat-jangkit dan bermain di sana, sedang
saya dan kak Hajrah berlan menyusuri danau.
“
Kak, mauka ke sana yang ada bebek-bebek kayak di anjungan” ujarku
“
Ayomi paeng anak kecil, nanti nangiski” ujarnya sambil tertawa
Saya
pun menuju ke sana, yah lumayan jauh dari tempat teman-teman. Setelah sampai di
sana, saya menemukan patung yang cukup besar namun belum selesai. Patung itu
berbentuk naga yang menjuntai begitu panjang mengarah WC umum. Kami pun
mengambil foto di sana.
Kekita
kami keasyikan berfoto, sebuah bayangan hitam melintasi kami. Entah itu apa,
apakah halusinasi saya atau bukan, saya tidak tau pasti, ketakutanku mulai
merasuki.
“
Kak, ayomi degh, gabung dengan teman-teman, kayaknya seru di sana” Ujarku
dengan lemas
“
Kenapa pucat dek? Sakit?” tanyanya panik melihat mukaku yang tidak seceriah dan
semerah tadi
“
Tidakji kak, tidak enak perasaanku ayomi deh, mauka juga miksi” ujarku
Karena
kasihan kak Hajrah pun mememaniku bergabung dengan teman-teman. Di sana,
ketakutanku pun mulai memudar, saya dan beberapa anak kecil yang ikut bermain
jungkat-jangkit. Setelah lelah, saya pun naik ayunan dan bercanda dengan
teman-teman. Tak berselang lam, suara mesjid mulai kedengaran tapi belum adzan.
Saya dan teman-teman kembali melanutkan perjalanan kami menuju alun-alun.
Perjalanan kami ke alun-alun masih lumayan panjang. Kami tetap menyusuri jalan,
meski kaki kami sudah tank sanggup untuk berjalan. Ketika sampai di
persimpangan jalan, kami memutuskan untuk mengambil Taxi dan kembali ke rumah.
Sesampainya
di rumah, kami langsung mengambil antrian untuk mandi. Setelah ngantri mandi,
saya dan beberpa teman yang lain menyetrika pakaian.
“
We, belumpi kering pakainta yang diloundry, bagaimanami ini? Disetrika basahmi
saja nah” ujar K Ira
“
Alhamdulillah, untung mencucika tadi subuh, jadi keringmi cucianku” ujarku
“
Hahahaha,,, iya, kukira diloundry kilat cepat, andai saya tau juga adik saya
cuci sndiriji” jawab kak Ira
Setelah
kami semua telah siap, kami menunggu jemputan bus PEMDA. Kami menunggu lumayan
lama, dan tak lama ada kabar bahwa mobilnya tidak bisa digunakan. Kami pun
menghubungi Ninis. Tetapi malam itu, tidak semua dari kami yang berangkat
karena keterbatasan kendaraan. Saya dan beberapa teman tinggal di rumah dan
kami membahas tentang kapan ada kejelasan dari pihak PEMDA untuk mengizinkan
kami dan memberangkatkan kami ke Sebatik.
Pukul
21.00 teman-teman yang dari rumah jabatan menceritakan hasilpertemuan mereka
dengan bapak Bupati Nunukan.
“
Teman-teman, ternyata belumpi UPT urus persuratannya untuk masuk ke Sebatik
jadi terlambatki ke sana” ujar Kak Ira
“
Edd,, UPT toh, mentang-mentang itu Sebatik, pulau binaannya UNHAS, tidak neperhatikanki
administrasinya”
“
UPT toh, cuek sekali, janganmi berangkatki kalo misalnya belum siap, PEMDA
terus nasalahkan, baru mereka tidak jelas, apalagi itu kepalanya UPT,
namendingkan jemput anaknya yang KKN di Malaysia, nalupakanki semua di sini. Jangan
meki KKN deh, di sini meki tinggal baru pulang” ujar teman-teman
“
Teman-teman, nabilang tadi ibu Nikke, besok ke kantor Bupatiki untuk urus
administrasi sekaligus pelepasanmeki” ujar Korwil
Malam
ini suasana memanas, semua unek-unek terhadap UPT dan berbagai macam umpatan
untuk UPT pun keluar. Kekesalan kami mulai meningkat. Mulai sebelum berangkat,
hingga kami terlantar di Nunukan selama beberapa hari dan administrasi kami
belum selesai. Korwil pun menghubungi Supervisor dan mendesaknya untuk segera
ke Nunukan dan bertemu dengan Pak Bupati dan Ketua IKA UNHAS di Nunukan dan
segera menyelesaikan administrasi.
Emosi
yang meluap malam itu, membuat kami susah untuk tidur. Kami berkumpul dengan
teman-teman posko dan mendiskusikan tentang jadwal pelaksanaan proker di
Sebatik, tetapi acapkali membahas Nunukan sehingga diskusi posko tidak efektif.
Malam
terus berlalu, pukul 04.30 dini hari, saya masuk ke kamar dan memutuskan untuk
tidur. Sesampai di kamar, semua tetamn-teman tertidur pulas dan saya mencari tempat
kosong untuk merebahkan badan. Tak lama saya tertidur, salah satu teman saya
terjatuh dari tempat tidur. Saya pun sontak tertawa melihat ekspresinya yang
begitu polosnya.
“
Kenapaki Cokal?” tanyaku
“
Licin bajuku” jawabnya sambil membaringkan badannya
Saya
pun kembali berusaha menutup mata untuk beristrahat sejenak.
Pagi
hari, saya pun sarapan bersama teman-teman, sementara Korwil masih sibuk
mengurus KKN kami. Setelah sarapan, kami pun mulai ngantri untuk mandi. Tak
lama setelah kami mandi, Supervisor kami datang.
“
Assalamu’alakum, nak minta maaf, pak Bahar terlambat karena harus mengurus
teman-temannya yang KKN di Polman” ujar Pak Bahar
“
Wa’alaikum salam pak” jawab kami dengan cuek. Yah, maklum, kami masih ngambek
sama Supervisor.
Tak
lama, suasana menjadi normal kembali ketika kami akan segera ke kantor Bupati.
Jarak dari rumah Ninis ke kantor Bupati lumayan jauh. Butuh 30 menit
perjalanan. Sepanjang jalan, kami mulai berkomunikasi normal denga supervisor
dan meluapkan keluh kesah kami.
“
Kak, kenapaki tidak antari mahasiswata ke miangas? Na kita Supervisornya” tanya
salah satu temanku
“
Di tugaskan untuk temani bapak ke sini, tapi sudahmi kuantar sampai Manado”
jawab Kak Riza
“
Kak, kenapa tidak datang Nosakros?” tanya Ade
“
Sibukki dek, banyak yang beliau urus” jawab kak Riza
Kejengkelan
teman-temanpun mulai memanas. Karena hanya satu Supervisor yang datang dan
ditemani oleh Supervisor Miangas. Yah, berbagai umpatan dan kekesalan kepada ke
Arya (Nosakros) kami samapaikan kepada pak Bahar dan kak Riza.
Tak
lama kami bercerita, kami tiba di kantor Bupati. Kami penerimaan dan sekaligus
pelepasan ke Sebatik. Di Sini, pak Bupati dan Asisten 1 mengungkapkan
kekalannya kepada kami karena tidak ada koordinasi dari UPT KKN. Setelah
penyambutan, kami pun bertemu dengan kepala kecamatan masing-masing. Kami cukup
kecewa karena kepala kecamatan Sebatik Induk tidak datang karena masih berada
di Jakarta. Kami berdiskusi dengan IKA UNHAS terkait kondisi Kecamatan Sebatik
Induk.
Pukul
14.00, kami semua kembali ke rumah Ninis. Saya dan teman-teman mempersiapkan
barang-barang karena besok paginya kami harus ke pelabuhan Sungai Jepun untuk
menyebarang ke Sebatik. Setelah barang semua rapi, kami beristrahat di kamar.
Ketika keluar kamar, saya mendapati temanku Dian dan Ririn sedang duduk di
ruang tengah. Seketika, pak Bahar memanggilku
“
Nak, tahan dulu temannya, pegang belakangnya” ujar pak Bahar
Saya
pun ke berjalan mengarah ke Dian dan menahan belakangnya. Tak lama saya
menahannya, tiba-tiba Dian sontak berteriak dan mengamuk. Badannya begitu
dingin.
“
Nak, tahan Dian, jangan sampai lari” Ujar Pak Bahar
“
Pak, tidak kuatka tahanki” ujarku
Saya
pun berusaha untuk menahannya. Kejadian kesurupanpun kembali terulang dan kali
ini korbannya adalah Dian. Tetapi kejadian ini cukup aneh. Ini adalah kali
pertamanya saya menahan orang kesurupan seaneh ini. Ketika kami membacakan Ayat
Kursi, tiba-tiba ia langsung menyuruh kami berhenti membacanya dan ia yang
melanjutka. Subhanallah, bacaannya begitu indah kami malah tertegun.
“
Saya Ibrahim, jin muslim, saya imam jin di dunia. Saya lebih gagah dari Salman
Al- Fakhrizi. Andai kalian bisa lihat saya, semua perempuannya akan jatuh cinta
kepadaku..” ujar makhluk yang tak diketahui itu
“
Sebenarnya ini siapa? Kenapa masuk ke Dian?” tanya pak Bahar
“
Saya sayang sekaliki kasian Dian, kusukaki. Lama sekalima suka ki Dian, tidak
mauka keluar, kusayang sekaliki dian. Mauka menikah sama Dian. Kalo di
rumahnyami Dian, tidak bisama liatki, lama sekalimi kutunggu ini sampai
akhirnya masukka di Dian.” Ujarnya
“
Kalo kisayangki Dian, kenapaki siksa Dian?” tanya Apri
“Ku
sayang sekali kodong Dian Apri, mauka menikah sama Dian” tak lama ia Sontak
berteriak “ Berhentiko bodo’.. Jangan meko mengaji, jelek bacaan mu. Lebih
pintarka daripada kau, wudhu mu saja jelek” teriaknya
“
Mana Angga, angga itu bodo’,, tadi Dian suruh kasi bangun tapi tidak nakasi
bangunki shalat Subuh, mana Angga?” ujarnya
Sungguh,
ini kejadian teraneh yang kami alami. Tiga jam tak terasa, saya lelah untuk
menahan badan Dian. Sayapun meminta teman untuk menganti saya.
“
Belum shalat azhar Dian, shalat dulu Dian. Jin Muslim pasti tauji kalo shalat
itu wajib” ujar pak Bahar
“
Tidak mauka keluar, kusayangki kodong Dian. Mauka Nikah sama Dian” ujarnay
Saya
berjalan menuju kursi dan beristrahat sejenak, dan tak berapa lama temanku pun
minta digantikan untuk menahan tangan Dian. Ketika saya jalan mendekat, mata
kami saling bertatapan dan ia mengamuk dan menyuruhku keluar. Jiah, dari pada
cari maslah mending keluar main ayunan.
“
Kenapa keluar Rezky” tanya kak Riza
“
Nausirka Ibrahim kak” jawabku sambil duduk di ayunan
Teman-teman
cowokpun tertawa mendengarnya. Dan tak berapa lama, terjadi keributan di dalam.
Saya cukup penasaran dengan kejadian di dalam dan bukan prihatin dengan Dian
kami jadikan Ibrahim yang mengaku jin muslim yang merasuki tubuh Dian. Setiap
orang yang masuk, Ibrahim mengomentarinya
“
Kak Riza, Kenapaki kasi lolos Dian di Sebatik? Kita taumi Dian. Temannyaki Dian
menyiar di Radio Medika toh? Dari sanaja juga. Kukenalmi semua orang-orang di
Radio Medika. Bodo’ memangki kita kak Riza, kenapa na dibiarkanki Dian ikut”
ujarnya sambil menatap kak Riza
Kak
Riza berjalan keluar sambil tertawa, dan menyuruh salah satu dari kami untuk
masuk dan itu menjadi mainan kami.
Antara
percaya dan tidak, kejadian ini begitu aneh. Semua yang diketahui Dian
diungkapkan. Ketika adzan Magrib, saya dan teman-teman beristrahat di teras
mesjid karena banyak dari kami yang halangan. Sehabis magrib, saya dipanggil
untuk kembali ke rumah tetapi teman-teman belum mau kembali. Setelah lama
menjadi makanan nyamuk di teras mesjid, kami memutuskan untuk kembali, tetapi
kesurupan itu belum selesai juga. Kejadian ini berlangsung kurang lebih hampir
6 jam.
Sungguh luar biasa. Perjuangan
Sebatik masih panjang, tetapi dari sinilah kami mengambil hikmah KKN ini,
begitu besar perjuangan para pejuang merah putih untuk Sebatik. KKN tidak
haruslah hidup seperti yang diinginkan, penderitaan KKN akan menjadi cerita
indah yang tak terlupakan.
___________________________________________________________Next. Sebatik 85