“Ketika
cinta datang menyapamu, sambutlah ia dengan senyum terkasihmu, terimalah ia
tanpa bayang-bayang masa lalu mu, karena masa lalu hanyalah masa lalu”
Pertemuan itu telah terjadi
beberapa kali, kedekatan dia dan bulir hujan semakin tak berjarak. Seiring
berjalannya waktu, bayangan tetesan embun mulai memudar dari ingatnya dan
lenyap dalam lelapnya. Hujan, dia telah datang, menjadi pahlawan hati dan
menghapus jejak terluka yang tergoreskan meskipun kehilangan sosok yang
sebenarnya hanya ada dalam alam bawah sadarnya, sosok yang fana, menurutnya.
“Hujan, apakah kamu juga akan
pergi bersama harapan ku yang baru” tanya nya khawatir
Senyum, ya, hanyalah senyuman
yang hujan berikan untuk jawaban atas pertanyaan itu. Kekhawatiran yang dia
rasakan semakin membuncah, dia takut suatu ketika bulir hujan pun ikut meninggalkannya
dan menambahkan luka yang belum sembuh betul di dalam hatinya yang menjadikan
nadi kehidupannya semakin melemah.
Siang pun menjelma menjadi malam,
yah, memang tidak ada yang mampu menghentikan waktu hingga mereka harus
berpisah dan kembali menunggu malam menjelma menjadi siang. Dia duduk di sudut
ruangan itu, ruangan yang tak pernah hidup, beratap taburan bintang, dengan
cahaya purnama. Di sana ia berbagi kegelisahannya, bercerita pada langit
tentang bulir hujan.
“tanpa kau ceritakan pun, langit
sudah tau perasaan mu. Yakinlah hujan akan tetap bersamu, bersama untuk
selamanya” langit memberi suntikan ke nadi itu hingga harapan itu pun tak
membuatnya ragu
“dia sadar, hujan tidak akan
pergi, tetapi .. bagaimana nanti kalau embun kembali?”
“Tidak ada kehidupan yang
berjalan tanpa pilihan, semua harus dipilih, salah memilih berarti akan
menjalani kehidupan yang salah. Embun telah memutuskan untuk meninggalkanmu dan
dia juga bisa memutuskan untuk kembali dan bersamamu.” jawab langit dengan
senyum dengan penuh pesan tersirat
Malam semakin larut, dia pun
memutuskan untuk menyelami samudra alam bawah sadarnya. Tak ada lagi harapan
dan do’a yang dipanjatkan untuk bertemu embun, karena penantianya untuk siang
lebih besar demi Hujan.
***
Hari ini, dia menuju dermaga
cintanya, menyaksikan kasih sayang ombak dan hembusan halus sang angin. “Dermaga
cinta, dia titip embun, jaga embun baik-baik, dan sampaikan kalau dia sudah
bahagia, dia sudah ada hujan, dan dia ingin bersama hujan selamanya, dan dia
minta, jangan hadirkan embun lagi di kehidupan dia”
Siluet merah dikejahuan sana
membuatnya untuk tetap berada di dermaga itu menunggu datangnya sang hujan.
Hingga siluet itu pun mulai menghilang dan mentari mulai naik beberapa kaki,
yang ditunggu tak kunjung datang. Dia mulai panik.
“Hujan, ada apa denganmu? Kenapa tak
menemuiku? Aku menunggumu di sini, di dermaga tempat kita pertama kali bertemu”
derai kristal bening yang jatuh satu per satu dari pelupuk sudut mata indahnya.
Hujan,
dia menunggumu
Di
dermaga ini, dia masih menunggumu
Hujan,
kamu tidak pergi kan?
Hujan,
dia akan tetap menunggu meski siang telah terganti
Ketika
anak-anak langit pun mengajakku bermain di sana
Aku
takkan meninggalkan dermaga ini
Aku
menunggumu Hujan..
Mentari mulai berada di atas
kepala, tetapi dia masih berdiam di sana. Sepoi angin di dermaga itu menyapa
nya dan memintanya untuk mencari tempat yang lebih teduh namun ia tetap tak
berpindah, tak ingin meninggalkan dermaga cintanya.
“maaf, baru bisa menemuimu siang
ini” suara itu tiba-tiba datang dari arah belakangnya
“Hujan..dia bahagia, hujan datang
hari ini, dia sayang hujan, dan dia yakin, hujan tak akan meninggalkanku
sebagaimana embun telah meninggalkanku” ucapnya dengan penuh rasa gembira meski
kristal bening itu masih berjatuhan.
Seperti biasa, mereka
menghabiskan waktu hingga malam mulai menyapa, tetapi hari ini ada sesuatu yang
beda, Hujan meminta dia untuk menjadi pasangannya, menyatukan nadi kehidupan
keduanya. Dengan penuh haru, ia menerima permintaan hujan.
Hari berganti, entah berapa lama.
Kebahagiaan itu ia wujudkan dalam sebuah ikatan suci. Nadi kehidupan mulai
berjalan, dia dan hujan hidup bersama, tak ada lagi malam yang memisahkan, tak
ada lagi angin yang menuntutnya berhenti menunggu, karena sekarang, dia dan
hujan tak terpisahkan lagi.
*
Perjalanan cinta mereka berjalan
5 windu, Hujan belum dan masih tidak bisa mengungkapkan kebenaran yang ada.
Hingga sesuatu yang sangat mencengangkan, sesuatu yang pernah menjadi
ketakutannya pun terjadi, Tetesan Embun kembali hadir dalam lelapnya. Marah,
Bahagia, Sedih, Takut, Khawatir, semua rasa itu bersatu padu menekan nadi
kehidupannya.
“Hujan..” ucapnya lemah
Seolah mampu merasakan apa yang
sedang dia rasakan, ia mendekapnya, memberikan ketenangan, membuat nadi
kehidupan itu dan berusaha menormalkannya kembali.
“Hujan, hujan, kenapa tiba-tiba
Embun datang?? Dia tidak mau dia ada lagi, dia benci sama embun” ujarnya
“Dia, dia yang tenang, mungkin
Embun datang untuk menyampaikan kebahagiannya melihat dia hidup bersama Hujan,
dan mungkin Embun juga datang memberikan alasan sebenarnya” ungkapnya
Hujan mulai khawatir, takut
perjalanannya yang telah 5 windu itu akan mematikan lilin harapan yang sudah ia
jaga, tetapi kehadiran Embun, menjadi pengingat baginya untuk mengatakan hal
yang sebenarnya.
Waktu seakan melambat,mengerti
kondisi yang sulit itu, dermaga cinta itu akan diderai badai dan angin kencang,
mematikan lilin harapan itu, dan............
Tak seperti dugaan, hujan mampu
membuat dia menjadi tenang meskipun kebenaran itu belum ia ungkapkan. Ia menunggu
hingga nadi kehidupan dia menjadi stabil.
*
Di sudut malam itu, di bawah
langit berbintang dengan kilaun cahaya purnama, Hujan mengajak embun ke suatu
tempat yang menjadi awal pertemuannya dengan Embun.
“Masih ingat tempat ini?” tanya
hujan
“ Serasanya saya pernah ke sini
dan ... sama dengan mimpiku dulu bersama Embun,,, tapi.. lupakanlah. Kenapa
hujan membawaku ke sini?”
“Ada banyak hal yang harus saya
sampaikan tentang Embun dan tentang Hujan, tentang pertemuan kita, tentang satu
jiwa yang sama Embun dan Hujan.” Ucapnya
“Jangan membuatku bingung, Dia
mau Hujan menjelaskan dengan sejelas-jelasnya.”
Hujan pun menceritakan semuanya,
menceritakan dengan jelas. Kekecewaan yang dia rasakan malam itu sekaligus membuatnya
tidak menjadi orang bodoh lagi yang tak mengerti Embun dan Hujan.
_____________________________________________________________________________part2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar