Dermaga cinta yag tumbuh membuatnya tak sadar, kalau
dia sedang menunggu ketidakpastian
Seraut wajah yang polos, lemah lembut dan
berkarakter menjadi tokoh setiap skenario kehidupannya. Dia, tetesan embun. Tak
ada waktu yang tak terlewatkan di episode kehidupannya, menyelami malam,
mengarungi samudra alam bawah sadar.
“Embun, malam ini berharap kau menemuiku lagi”
pintanya sebelum dia benar-benar terlelap
Tetesan embun yang sedari tadi dicarinya akhirnya
menampakkan sosoknya. Senyum kasih yang terpancar, binar mata yang indah, membuat dia menjadi salah tingkah.
Kehidupan di alam sana sungguh menyenangkan, tak ada bayangan untuk kembali ke
alam sadar.
“Embun” ucapnya pelan
Perjalanan di alam sana pun berlanjut, dia dan embun
kembali merangkai cerita indah, merajut kisah yang seharusnya tak terjalin, dan
menghapus alam sadar yang menjadi pemisah bagi mereka hingga tersadar ia
harusnya tak bersama selamanya.
“Ini pertemuan terakhir kita, berharap cerita ini
akan selalu ada” ucap embun
“tapi,, dia ingin bersama embun di sini, dia ingin
embun tetap ada di sini” lirihnya
Penghujung malam itu menjadi cambuk bagi dia, tak
ada lagi oksigen yang mampu ia hirup, tak ada lagi senyum kasih, tak ada lagi
binar mata indah itu. Kini, luka itu harus ada dan terjadi di alam sana.
Terpukul, yah, itu sangat menyakitkan bagi dia.
Waktu silih berganti, malam demi malam terlewatkan,
tak ada lagi cerita di alam sana, semua mengalir begitu saja, Embun telah
pergi, tak ada lagi temannya yang menemani.
“Akankah Embun merindukanku? Akan kah ia tersadar
kalu kita tercipta untuk bersama meski hanya di alam sana? Embun, engkau harus
tau, dia rindu padamu” ucapnya dalam lamunannya
Hari ini, mentari begitu cerah, menyapaku dengan
kehangatannya. Perlahan, dia melangkahkan kaki, dan kembali menyapa sang
mentari. Dalam langkahnya, ia terhenti, ada sesuatu yang beda, magnet hatinya
pun mulai berputar.
Dia, tetesan embun, dia hadir di alamku. Dia telah
menjelma, dia nyata, dia ada, Tetesan embun itu hadir di alam sadarku.
“Embun?” tanya dia. Masih teringat jelas senyum itu,
nampak sekali, masih sangat teringat jelas bagaimana senyuman embun yang
menemuinya kala malam telah datang dalam lelapnya.
“Maaf, saya bukan embun, saya Bulir Hujan” ucapnya
lemah lembut
Tak peduli, kau bulir hujan, bagiku kau adalah
embun, tetesan embun, temanku yang telah memutuskan untuk pergi dan kembali
meski dalam sosok bulir hujan, tapi kalian sama, kalian satu jiwa, tak ada
artinya kau bulir hujan atau tetesan embun, yang mau dia tahu, kalian ada
sekarang untukku.
Bulir hujan mendekatinya, “ini kali ketujuh saya
melihatmu bercengkrama dengan mentari” ucapan itu mengaburkan lamunannya
“ Tahu dari mana?” tanyanya penuh harap
Bulir hujan tak menjawabnya, ia hanya menatap dia
yang sedari tadi menerawang masa-masa indahnya bersama tetesan embun.
“ Saya tahu, perpisahan mu dengan embun membuatmu
mencari mentari. Kau merindukan embun, dia juga sama merindukanmu” ucapnya
Pembicaraan panjang lebar pun terjadi antara Dia dan
Bulir Hujan.
_______________________________________________________________________part1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar